Sabtu, 16 Juli 2011

'kalimat ajaib'

"awas, nanti gelasnya ketendang terus pecah. mendingan taro di dapur dulu" sebuah peringatan dari ibuku kepadaku. gelas kosong itu rasanya kuletakkan jauh dari kakiku, dan sepertinya tak mungkin ketendang. kenyataan berkata lain, kakiku mengayun santai menyentuh sisi gelas dan gelas kosong tak bersalah itu jatuh lalu pecah. peringatan itu terasa seperti sebuah mantra dari seorang pesulap untuk mengeluarkan kelinci dari dalam topi kosong. "sim salabim, abra kadabra, dan gelasnya pecah saudara-saudara".


tidak sekali-dua kali, tidak hanya gelas pecah, dan bukan hanya aku. ke tiga adikku juga sering mengalami hal serupa, terutama masalah gelas pecah. bahkan yang menurutku cukup ekstrim adalah saat adikku yang satu sedang dalam masa ujian nasional SMP. ibuku bilang "dek, belajar, jangan main Playstation terus. bukannya hari ini ada les?". dengan sikap cueknya dia hanya menjawab "iya, bentar" lalu melanjutkan mainnya sampai malam.

selama hampir seminggu ujian, dan selama itu setiap siangnya adikku melakukan hal yang sama. sebuah 'kalimat ajaib' tercetus "nanti nggak di terima di SMA negeri lho, belajar lah!!" tapi tidak diindahkan. hingga hari pengumuman tiba dan nilainya tidak cukup baik untuk masuk SMA negeri. dia melanjutkan sekolah di SMA swasta.


ucapan adalah doa, jelas semua orang sudah tau dan setuju. tapi, cukup lama hingga akhirnya aku sadar bahwa semua yang diucapkan seorang ibu hampir bisa di pastikan 99,99% menjadi kenyataan. 


seorang anak laki-laki yang mengendarai motor ugal-ugalan dan si ibu memperingatkan supaya lebih berhati-hati jika tidak ingin kecelakaan, atau seorang anak perempuan yang dilarang keluar malam karena takut diculik, diperkosa, atau sebagainya. jika si anak tidak menuruti kata si ibu, celakalah si anak.


"jangan begini dan jangan begitu" sepertinya adalah kalimat seorang ibu yang dianggap anak-anak sebagai sebuah kalimat yang sama mengerikannya dengan teror dari seorang penjahat yang ingin memeras atau merampok. sebaliknya, kalimat "harus begini dan harus begitu" dianggap sebagai kalimat suruhan seorang majikan kepada pembantu, dan karena tidak ingin di anggap pembantu, si anak pun menolak melakukan suruhan si ibu.

anak-anak sekarang merasa lebih paham dunia daripada si ibu, merasa si ibu tidak mengerti apa yang mereka inginkan, merasa si ibu adalah penghalang bagi kesenangan mereka. melarang melakukan ini dan itu yang mereka suka, dan menyuruh melakukan yang lain yang tidak mereka inginkan. "dulu mana ada yang berani ngelawan orang tua apalagi ibu. dulu kita takut ngelawan orang tua, takut durhaka, takut celaka. sekarang orang tua di anggap musuh" kata bapakku.


hal lain yang aku sadari adalah, ibu itu seorang wanita dan sudah hukum alam bahwa wanita lebih banyak menggunakan perasaan daripada logika. dan perasaan atau hati itu dekat dengan setan. saat seorang anak mengabaikan kata-kata seorang ibu, dan dengan bisikan-bisikan maut si setan, hampir di pastikan ibu akan marah dan jika sudah mencapai puncaknya, maka terucaplah kalimat mengerikan dari si ibu. bahkan malin kundang pun bisa jadi batu. jika belum pernah mengalami, jelas manusia tidak akan tau betapa mengerikan rasanya jika ibu sudah berucap saat sedang marah dan khilaf.


lalu terbersit di pikiranku, "jika yang negatif bisa jadi nyata, maka yang positif pun demikian". berbekal kalimat itu, aku berusaha mengubah pola pikir dan sikapku terhadap ibuku. aku selalu berusaha membuat dia senang, melakukan hal yang diperintahkan, tidak melakukan hal yang dilarang. hampir mirip dengan takwa seorang muslim kepada Tuhannya. berharap dia berdoa kepada Tuhan untuk kebaikan hidupku dan masa depanku. berharap tidak pernah lagi terucap kata-kata mengerikan yang ditujukan kepadaku.


pernah aku dinasihati ibuku. nasihat yang sudah sangat jelas aku tau dan mengerti, lalu dengan nada kurang senang aku bilang "aku udah tau, nggak usah di ulang lagi". dengan lembut ibuku berkata "kamu memang sudah tau, tapi kan diingetin lagi. namanya manusia sering lupa". dan sebuah kesadaran lain terbersit dipikiranku. "benar kata ibu. aku memang sudah tau, tapi aku sering lupa. mungkin jika aku menuruti nasihatnya, dia tidak akan mengulang ucapannya lagi. tapi karena dia tau aku belum menuruti nasihatnya, maka dia akan terus mengingatkan aku". betapa besar perhatian orang tua kepada anak. dan tidak banyak anak yang paham.


menurutku, sesalah-salahnya orang tua, tetap tidak bisa disalahkan. karena jelas kesalahan kita lebih banyak dari orang tua. kesalahan fatal orang tua tidak sebanding dengan kesalahan fatal yang sering kita buat. dan kebaikan kita tidak sehebat kebaikan orang tua. kadang kesalahan kecil orang tua sering kita anggap begitu fatal karena mungkin mengganggu privasi, mengganggu kenyamanan, atau mengganggu waktu 'bersantai' kita. tapi kesalahan fatal kita sering kita lupakan karena menurut kita itu benar walaupun menurut orang tua itu salah. dan merasa bahwa kita paling benar adalah sebuah kesalahan yang fatal.


ibuku hanya seorang wanita kampung dari Sumatera Utara dan hanya lulusan SMA. tapi bukan alasan untukku menganggap bahwa aku lebih pintar darinya. jelas dia pandai memasak, pandai menghitung (apalagi kalo ngitung duit), dia seorang wanita yang kuat secara fisik dan mental, dan yang pasti dia tau tugas dan tanggung jawab seorang ibu.

ibuku tidak pernah menuntutku untuk menjadi seorang insinyur, dokter atau apapun, tidak pernah memaksaku harus melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi manapun, bahkan dia bilang tidak akan meminta sepeserpun dari hasil kerjaku jika aku sukses nantinya. dia hanya tau bagaimana caranya mendukung anak-anaknya untuk meraih sukses. dan dari sebuah buku yang pernah aku baca, aku tau bahwa kasih sayang seorang ibu adalah kasih sayang yang turun langsung dari Tuhan.

dan seorang muslim pasti tau kalimat "ridhollahi fi ridho walidaini". sebuah kalimat lain yang menjadi acuan untukku memperbaiki sikap kepada ibu. berharap ibu dan Tuhan memberikan ridho atas semua hal baik yang aku lakukan hari ini dan untuk masa depanku nanti.


untuk tulisan ini, tidak perlu lah aku berkaca dari pengalaman orang lain. pengalamanku dan adikku sudah cukup menyadarkan aku bahwa memang ucapan orang tua terutama seorang ibu sangat ampuh. dan pasti sudah banyak orang yang menuliskan tentang hal ini, mungkin jutaan. tapi seperti ibuku bilang, "diingatkan lagi". sekedar mengingatkan diri sendiri dan mungkin orang-orang yang sempat membacanya.

Sabtu, 09 Juli 2011

seorang teman, teman lain, dan teman yang lain lagi...

seorang teman pernah berkata "saat seorang manusia mendalami agama, dia akan lebih banyak melihat hal positif yang ada di dunia dan tau benar siapa musuhnya dari pada hanya menggembar-gemborkan nama Tuhannya.

teman lain berkata "semakin samar antara orang yang benar-benar ber-Tuhan dan orang yang menggunakan nama Tuhannya untuk menipu, melancarkan aksi anarki, atau membuat macet jalanan dan mengganggu orang yang berkendara. bahkan tak jarang orang yang bersekutu lebih rajin menyebut nama Tuhannya".

teman yang lain lagi berkata "seperti anak SD yang di belikan sepeda baru oleh orang tuanya, di sombongkan ke teman-temannya supaya mereka tau dia punya sepeda baru. dan semakin banyak orang dewasa yang mirip anak SD dan memperlakukan agama seperti sepeda baru itu.

teman yang lain lagi berkata "permintaan, keinginan, dan harapan yang mereka sampaikan kepada Tuhan dan seharusnya hanya dia dan Tuhan yang tau, diumbar-umbar seakan berkata "hey, lihatlah, aku ber-Tuhan dan aku meminta pada-Nya". apakah mereka lupa, atau sengaja?"




sekedarnya saja...

Jumat, 08 Juli 2011

titipan dan tanggung jawab...

sepertinya tanggung jawab memang inti dari kehidupan.

tanggung jawab kepada pilihan, kepada pernyataan, kepada barang yang dititipkan orang atau barang yang aku pinjam, kepada komitmen yang dibuat untuk diri sendiri ataupun kepada orang lain, juga tanggung jawab kepada semua kerja keras orang tua yang mendidik dan menuangkan segala usahanya untuk anak-anaknya. terlebih untuk para pria sebagai seorang pemimpin, bertanggung jawab kepada semua hal yang masuk dalam teritori kepemimpinannya. entah itu keluarga, kota, ataupun negara.

dan jelas, semuanya berujung kepada sebuah tanggung jawab yang sangat besar kepada Tuhan.

saat aku berpikir tentang tanggung jawab, aku berpikir tentang apa saja yang nantinya akan aku pertanggung jawabkan kepada sang Maha Pemilik. dan saat aku sebutkan "Maha Pemilik", sepertinya barang titipan adalah inti dari semua tanggung jawab. harta, tahta, keluarga, kesehatan, pengetahuan, kemampuan (skill), raga, bahkan mungkin pilihan hidup.

saat orang bilang "jodoh di tangan Tuhan" yang artinya adalah kita mencari, memilih dan memilah, dan Tuhan yang meyakinkan hati kita untuk memilih (bukan turun sendiri dari langit), kita sudah diberi tanggung jawab atas keyakinan yang sudah Tuhan berikan untuk hati kita. seperti sebuah proyek seorang arsitek yang di setujui oleh atasannya lalu dia bertanggung jawab merealisasikan rancangannya dengan sangat baik, jangan sampai bangunan yang dia rancang tidak bisa berdiri tegak, atau menyelewengkan dana untuk kepentingan pribadi, atau apalah. mungkin seperti itu.

dan mungkin, saat aku bicara tentang masa depan dan jalan yang aku pilih untuk melaluinya, bisa juga disisipkan kata titipan dan tanggung jawab di dalamnya.

pengetahuan misalnya. karena pengetahuan yang membuat kita yakin terhadap jalan yang kita pilih. kita jadi tau resikonya, tau harus mulai dari mana, tau unsur apa saja yang mendukung cara kerjanya, semua pengetahuan yang bisa memperlancar jalan kita, dan semua pengetahuan yang kita dapatkan dari kenyataan dan kehidupan. dan menurutku, itu tidak lepas dari petunjuk Tuhan yang mungkin sudah kau minta dan rasa penasaran yang kau tumbuhkan. dan semuanya tidak diberikan cuma-cuma. sama saja dengan harta, pasangan, kesehatan, atau keluarga, semuanya di titipkan, dan kita harus bertanggung jawab dan memaksimalkan titipan itu untuk menjalani hidup yang baik. mungkin seperti itu.

kemampuan (skill) mungkin juga adalah titipan untuk memudahkan kita meraih apa yang kita inginkan. dan seperti barang titipan orang kepada kita, memang harus kita jaga. bedanya, barang titipan Tuhan ini selalu bisa  kita kembangkan dan terus kita asah hingga pada akhirnya kita akan rasakan bahwa memang kita yang menentukan mau diapakan kemampuan kita dan mau sampai mana kita kembangkan titipan Tuhan ini. dan Tuhan akan menunjukkan jalan ketika kita sampai pada keadaan stuck dalam proses pengembangannya.


saat ini, aku sedang berada dalam kawasan yang orang-orang sebut dengan kesenian, seni musik tepatnya. dan menciptakan adalah hal yang wajib dilakukan orang yang berada di dalam bidang kesenian. tapi bapakku dan kawanku bilang "kita tidak menciptakan, hanya mengumpulkan ide-ide yang sudah ada dan merangkainya menjadi ide orisinil kita".

dan menurut Plato "ide tidak diciptakan oleh pemikiran manusia. ide tidak tergantung pada pemikiran manusia, melainkan pikiran manusia yang tergantung pada ide. ide sudah ada dan berdiri di luar pemikiran kita". berarti benar bahwa orang-orang yang berkesenian tidak menciptakan, tapi merangkai dan mengembangkan yang sudah ada. mungkin bukan kesenian saja, semua hal di dunia sepertinya begitu.

dan dengan kata lain, kemampuan untuk mengumpulkan, mengolah dan mengembangkan ide untuk dijadikan sebuah ide baru adalah titipan Tuhan.

"Tuhan yang menyediakan, kita yang menggunakan"


masa depan sangat erat kaitannya dengan pilihan, memilih untuk menjadi apa, melakukan apa, dan semacamnya. saat kelas satu SMA dulu aku sempat berpikir ingin menjadi arsitek, lalu di kelas dua aku ingin menjadi dokter, dan di kelas tiga aku ingin seperti bapakku yang menjadi pekerja film. sekarang aku ingin bermusik.

sempat terpikir, "kenapa datang sebuah keinginan yang tak terduga? darimana datangnya? kenapa harus musik? Tuhankah yang tunjukkan? seakan tiba-tiba dan tidak terasa adanya sebuah proses"

aku menikmati pejalananku, menikmati ide-ide yang mengalir masuk ke dalam kepalaku, aku mengajak beberapa kawan untuk membentuk sebuah grup band. dan pada suatu hari, karena banyaknya tekanan, kesulitan dari para personil dan sebagainya, aku merasa jalan ini terlalu berat, mungkin ini bukan jalanku. dan aku minta pada Tuhan untuk di tunjukkan jalan lain, di tunjukkan hidayah dan pilihan hidup yang tepat.

tapi aku selalu merasa ingin kembali, dan seperti yang orang-orang musik lain inginkan, memperdengarkan karyanya dan mendapat pengakuan orang banyak. lalu bapakku berkata untuk kesekian kalinya "kau di titipkan kemampuan untuk merangkai, bermain musik dan sudah banyak hasilnya. sudah banyak lagu yang kau miliki. jika ada masalah, selesaikan. memang tidak mudah, tapi tidak sulit". dan entah kenapa aku yakin bahwa doaku terjawab.

ternyata aku lupa bahwa aku telah sering di tunjukkan jalan, telah sering di berikan hidayah melalui bapakku. dan saat aku menikmati perjalanan masa depan dan pilihan hidupku lalu datang masalah, itu karena Tuhan menguji kesungguhanku. Tuhan yang meyakinkan, Tuhan yang memberi ujian dan Tuhan juga yang menunjukkan jalan. betapa berkuasanya.

menurutku jalan hidup, pilihan hidup, atau biasa disebut cita-cita, adalah titipan. bukan berarti kesulitan membuat kita harus meninggalkan jalan itu. dan jika ditinggalkan, secara tidak langsung kita tidak bertanggung jawab pada titipan Tuhan, pada keyakinan yang Tuhan berikan, pada jalan yang Tuhan tunjukkan.


dan aku tidak ingin lagi menutup jalan terbaik yang Tuhan tunjukkan untukku.

Jumat, 10 Juni 2011

mungkin aku belum...

mungkin aku belum layak menang, belum pantas menikmati hasilnya, belum mampu menerima nyata inginku...
karena...
mungkin aku belum benar-benar bergerak, belum tampak kerjaku, belum jelas terlihat usahaku...
dan karena...
mungkin aku belum benar, lebih banyak salahku, salah caraku, salah jalanku, atau salah inginku?

bergerak sendiri, terdengar lebih mudah. tapi hanya manusia, mampukah sendiri?
memang tercipta banyak, maka bukan sendiri.
bukan tidak, hanya tak mudah..
satu, untuk satu, bersama yang satu, melangkahkan satu.

bergerak bersama, terlihat lebih mudah. tapi bersama manusia, mampukah bersama?
jelas tercipta banyak, perspektif, subjektif.
semakin banyak, semakin tak mudah.
satu, untuk yang lain, bersama yang lain, melihat lain, melangkahkan satu.

bagaimana jika dua? mampukah?
tidak sendiri, tidak banyak. dua untuk bersama, dua untuk satu.
dua yang menerima, dua yang meminta, dua yang memutuskan.
jatuh satu, yang lain mampu. dan sebuah keluarga dengan dua kepala.
terlihat lebih masuk akal. yang satu hilang, yang lain tampak.
mungkin harus mulai dengan satu untuk dua, dan dua untuk semua.


mungkin belum, bukan tidak. sebelum benar-benar mati, aku tak akan berhenti...

keinginan yang kuinginkan...

yak, janji layaknya sampah yang dibuang sembarangan. tak ada ingin yang nyata, tak ada tempat yang sampai.
apakah aku tersesat? ataukah aku berkawan sesat? dimana menang? bahkan garisnya pun tak nampak.
menyerah berarti mati, melangkah tak hidup. hari dimana ingin tanpa nyata.
sendiri, tanpa ingin, tanpa nyata.

dimana keyakinan yang aku banggakan? sesaat ku bilang, keberhasilan ada di tengah, tidak dari selatan atau utara maka dari barat dan timur. sesaat lain ku bilang, tidak dari mana-mana. semua jalan seakan tertutup rasa bersalah.

aku belum di ujung, belum sampai ke tengah. tak ada yang menyuruhku berhenti, belum terpaksa aku berhenti. walau aku sadar aku hanya jari kelingking, yang mengharapkan bantuan jari-jari lain untuk dapat menggenggam impian. walau saat ini aku sendiri, mengorek hidung dan mengeluarkan kotorannya.

aku tidak lupa atas dan bawah. hanya kesalahan membuatku merasa atas tertutup awan hitam, dan bawah tertahan lumpur basah kesedihan. aku butuh jawaban, jika memang aku tidak mampu, jika memang aku salah, jika memang aku tidak pantas, tidak layak. atau belum?


jika ada sesuatu yang kuinginkan sekarang, mungkin keinginanlah yang kuinginkan...

Jumat, 27 Mei 2011

musik... bukan cita-cita,, mungkin hidup...

musik, bahasa universal. salah satu cara terbaik menuliskan separuh isi hati, dan separuh lagi dalam syairnya.

satu juta orang, satu juta persepsi. hanya dua unsur utama yang setiap orang pasti setuju, yaitu ritmis dan melodis. sisanya, bebas.


pertama kali, sekumpulan anak kecil yang mendeklarasikan diri sebagai grup band. dan aku ada di dalamnya. aku ada di kelas 1 SMA waktu itu, satu kelas dengan mereka. yang tiga pandai bermain gitar, yang satu cukup mahir menabuh drum, aku hanya bisa berteriak. cukuplah sebagai pelengkap.

"sepertinya bermain gitar itu menyenangkan, banyak wanita duduk di sekitar dan bernyanyi bersama. sangat menyenangkan" kupikir. dengan senang hati mungkin agak terpaksa, mereka ajarkan aku. ibarat anak TK belajar berhitung, dari satu sampai sepuluh.

Deny avianto, Rema K Aryanto, Khairul Anwar, dan Dwi Yulianto. mereka guru pertamaku.


Institut Kesenian Jakarta, aku sempat disana. melanjutkan pendidikan formal yang sangat menyenangkan. "tidak ada matematika, amanlah" kupikir. tempat yang paling jelas kurasakan dalam perkembangan perspektifku tentang kesenian, dan sangat berpengaruh dalam perkembangan perspektifku tentang musik.

beberapa kawan bahkan menjadi inspirasiku. walau aku tak sehebat mereka, paling tidak aku dapatkan banyak ilmu dan pengalaman dari orang-orang hebat disana. dan aku adalah orang yang sangat beruntung.


dan tentu saja, bapakku. seorang pria tua yang menurutku, sangat paham menilai sebuah karya. seorang pria yang memiliki selera yang sangat tinggi tentang kesenian.

aku tahu dan dia pun sadar, dia bukan orang yang ahli dalam menciptakan komposisi musik atau menulis syair lagu. bahkan dia mengakui bahwa skill bermain gitarnya jauh di bawah kemampuanku. tapi dia yang memperkenalkan aku dengan Rolling Stones, The Beatles, Led Zeppelin, Iron Maiden, ELP (Emerson, Lake, and Palmer), dan musisi-musisi hebat lainnya.

dia tidak menjelaskan secara khusus tentang musik, tapi dia menjelaskan secara umum tentang berkesenian. "kesenian itu tidak bertoleransi", "disiplin berkesenian itu sama beratnya dengan disiplin militer", dan banyak lagi kalimat-kalimat inspiratif lainnya.


sekarang, ada Nanda Ismana Putra, Nugroho Arfianto, dan Muhammad Kahfi. kawanku dan guruku yang lain. banyak inspirasi, pelajaran dan kenyataan yang bisa aku rasakan dari mereka. selera musik yang berbeda, dan perspektif mereka adalah pengalaman terbaik yang aku rasakan hari ini. dan tentu saja untuk hari nanti.


mungkin sejak dua tahun yang lalu, dan entah sampai kapan, bagiku bermusik bukan lagi sekedar cita-cita. dan berdirinya aku di atas sebuah panggung bersama kawanku pada suatu waktu, membuatku membatin "ini hidupku".


dan mereka adalah orang-orang hebat yang menjadi inspirasi, motivasi, kenyataan, pengalaman, guru, serta kawan, yang mengajarkan aku tentang musik.

Rabu, 25 Mei 2011

hai, kepala...

hai, kepala. bukankah lama kau kenal aku? bersahabatlah sejenak. biarkan aku nikmati hatiku.
sejak kapan kau benar-benar nyata? kadang aku lupa kau ada, lalu kau datang mengagetkanku. mengingatkan kenyataanmu.

hai, kepala. kau buat aku dan hatiku tak nyaman. siapa suruh kau undang tanya? ataukah tanya yang datang berkunjung? apakah aku penuhi kau, atau kau penuhi aku?

hai, kepala. dimana seharusnya kita berjumpa? haruskah aku datang sendiri? atau kuajak hati? kau yang hampiri, atau aku yang mencari?

hai, kepala. tanpa kau aku siapa? kau berikan pilihan untuk hati tentukan. kau perlihatkan dan hati menyimpan. kau sadarkan hati yang terbuai dan ingatkan jika lupa. kau terjaga saat hati beristirahat.

hai, kepala. bertanggung jawablah atas pertanyaan yang kau simpan. carikan jawaban untuk mengusir mereka. dan biarkan yang lain lagi datang, atau mungkin kau undang. biarkan hati yang meminta Tuhan agar menjagamu.

hai, kepala. mungkin bukan lagi aku, kau, dan hati. tak ada kau, tak ada hati, tak ada aku.

Selasa, 24 Mei 2011

selamat,, terimakasih...

selamat malam tuan-tuan dan nyonya-nyonya. tak sengaja selebritis atau diselebritiskan?
apa kabarnya? hanya di layar saja sejak pesta perkenalan kemarin.
ajaklah kami rekreasi, bukankah kami juga sudah membayar?

kami hanya sesalkan karena anda hanya sesalkan.
kami hanya mampu prihatin karena anda merasa prihatin, atau memprihatinkan?
kami sangat berharap kepada anda yang hanya berharap, sama kah harapannya?

kami ingin tidur, tapi kalian sedang tidur.
siapa yang akan terjaga dan menjaga? yang terbangun dan membangun?
banting tulang mencari uang, wajar mungkin kalian lelah.
entah tulang siapa yang dibanting, yang penting cari uang dan lelah.

kami terkesan, kalianlah inspirasi.
hidup itu harus pandai bersiasat, dan kalian ajarkan kami bersiasat. jurus melarikan diri seperti ninja, membuat struktur cerita yang hebat layaknya seorang sutradara, memaksimalkan canggihnya perkembangan tekhnologi.
sungguh kalian inspirasi.

terimakasih, kalian ajarkan banyak kepada kami. kepada anak-anak dan kawan-kawan kalian, juga masa depan kami.
kami tak mungkin mampu membalas kebaikan kalian, tapi kami yakin Tuhan akan membalas kalian. atas pelajaran dan inspirasi yang berharga dari kalian untuk kami.

kami tunggu kalian-kalian selanjutnya dan sampai jumpa dengan kami-kami selanjutnya.

Senin, 23 Mei 2011

kematian Tuhan

"ke mana Tuhan? kubilang kepada kalian, kita sudah membunuhnya. tetapi bagaimana kita melakukannya? bagaimana kita mampu meminum habis air samudra? siapa yang memberi kita busa untuk menyapu seluruh cakrawala? apa yang kita lakukan ketika kita lepaskan bumi dari mataharinya? ke mana bumi ini bergerak kini? kemana sekarang kita bergerak? menjauhi semua matahari? apakah kini kita terguling terus-menerus? ke belakang, ke pinggir, ke depan, ke seluruh arah? masihkah tersisa ke atas atau ke bawah? tidakkah kita terkatung-katung dalam ketiadaan tanpa batas? tidakkah kita merasakan napas dari ruang hampa? tidakkah udara menjadi lebih sejuk? tidakkah malam dan malam-malam lain mendatangi kita? mestikah lentera di nyatakan di pagi hari? masih belumkah kita dengar, suara penggali kubur yang sedang menguburkan Tuhan? belumkah kita cium bau jenazah Tuhan yang membusuk? Tuhan-Tuhan juga bisa busuk. Tuhan sudah mati. Tuhan akan tetap mati. dan kita sudah membunuhnya. bagaimana mungkin kita, pembunuh dari segala pembunuh, dapat menghibur diri? yang pernah menjadi paling suci dan paling perkasa, telah jatuh berlumuran darah karena pisau-pisau kita? siapa yang akan menghapuskan darah ini dari tubuh kita? adakah air untuk membersihkan diri kita? upacara pertobatan apa? ibadah suci macam apa yang akan kita ciptakan? bukankah kebesaran perbuatan ini terlalu besar buat kita? tidakkah kita sendiri menjadi Tuhan supaya layak berbuat seperti itu? tidak pernah ada perbuatan lebih besar dari itu dan siapa saja yang lahir setelah kita-demi perbuatan ini ia akan menjadi bagian dari sejarah yang lebih tinggi dari segala sejarah." - Friedrich Nietzsche

Kamis, 19 Mei 2011

lebih baik, lebih menang...

kau pikirlah aku pecundang. bahkan aku tak masuk akalmu...
perdulikah? siapa mau. masih harus aku perduli yang lain...
kau hanya satu, tidak seribu. kalaupun seribu, tidak sejuta...
matahari beri senang yang satu, lalu marah yang lain...

bukan sesuatu, apa kau tau? kalaulah iya, lalu?
aku, mereka, kami, bukan kau...
bilapun kau, siapa? kau beri apa? hanya pikir, bukan apa-apa...

biarlah tentukan sendiri. jangan kau lihat, buta lebih baik...
mungkin hanya aku dan rasa, tapi kau lihat. aku tidak denganmu, dan kau anggap rusak...
aku bersandar bersama pikiranku. pasti ada kau yang lain...

jika salah, maaflah. jika benar, biarkanlah...
aku tidak sendiri, kau sama saja. walau hanya jalan yang tidak sama...
aku tak ingin sebut kita, karena aku tidak ada kau. dan aku bukan hidupmu...

lebih baik, lebih menang...

ingin, setidaknya...

pikiran yang bercampur, kata ingin memenuhi ruangan.
lakukan dan sedikit pertolongan, biar ingin ini berkurang.

semua tertulis di selembar kertas, dari satu hingga sekian.
terisi dengan ingin, yang mungkin bukan hanya.

jika ingin adalah sebuah kata, mungkin hidup akan mudah.
tapi bukan hidup namanya jika mudah, dan ingin membuatnya semakin jauh.

sebuah bentuk lain dari ingin, membuka mata sebuah nyata.
mengejar ingin, terjatuhlah. tapi tetap ingin, tak ada rasanya jatuh.

berpikir tentang ingin, menunggunya hilang.
di ujung jalan terperosok jauh, merangkak pun tak mampu.
dan tak sadar, mungkin kau lupakan ingin, sebuah kata, dan hidup.

setidaknya aku punya ingin, di kemudian hari bisa saja harus. di hari lain mungkin butuh.

Selasa, 17 Mei 2011

di ujung pikiranmu...

kau tua, bersama pikiranmu. di ujung pikiranmu, ada aku...
di sebelahku, dan kau bilang mengerti...
aku sadar, tapi mampu? kau bilang aku pasti...
mencoba, bukan lari darinya. tak dapat, jangan sesalkan...

aku tak semudah pikiranmu, aku terlalu jauh...
melihatmu berdiri, kuat terlihat. aku tak bisa biarkan...
terlalu banyak, teramat banyak. kau ajarkan...
ganti? dengan apa aku bisa?

sedikit saja waktu, dan kau lihat aku berdiri disana...
bersama harapmu, bersama inginmu, bersama nyata hidupmu...
aku ragu, kau disana. dan aku katakan, bisa...
di ujung pikiranmu, tak hanya aku. setidaknya aku ada...

dan aku bukan kau. mungkin bukan aku.

bukan, tidak seharusnya. apakah disini?
aku, tidak berkawan. tidak kawan, bukan aku.
kau lah jalanmu, kawanku bukan ini. entah siapa aku berkawan.
dan aku bukan kau. mungkin bukan aku.


dimana tempatnya? entahlah, kau tak ingin tau kurasa.
biar aku temukan, di sudut khayal. semoga tidak.
kau temukanlah dirimu, temani saja langkahmu.
biar nanti kita bertemu,
dan aku bukan kau. mungkin bukan aku


aku tak menutup mata, tau kau ada.
hanya tak ingin dengar, walau tak menutup telinga.
lihat, aku tau. mendengar, tak ingin lah.
tau, bukan berarti mau. kau dekat? jauh lah.
dan aku bukan kau. mungkin bukan aku

Selasa, 10 Mei 2011

sebuah refleksi

"aku ingin menjadi bintang film" kata seorang teman padaku, satu jam setelah dia bilang ingin jadi penyanyi. dan satu minggu setelah dia bilang ingin jadi presenter. dan beberapa hari kemudian dia bilang ingin jadi penyiar radio.

sepertinya dia tidak mengatakan keinginannya ini hanya kepadaku, mungkin dia juga katakan kepada orang tuanya, kepada temannya, kepada saudara-saudaranya. dan entah kepada siapa lagi.

tapi entah kenapa, dia tidak cerita tentang satu saja keberhasilan yang dia raih dari keinginannya. mungkin belum, karena mungkin dia masih berusaha. walau sudah setengah tahun dan untuk ukuran "belum", setengah tahun sudah cukup lama. tapi ya sudahlah, semoga nanti dia berhasil.

satu hal yang membuatku tidak nyaman dari ceritanya adalah, dia membuatku seakan sedang bercermin. aku membayangkan dia adalah aku di dunia lain, di dunianya.

sebuah refleksi


menurutku, dia memang punya bakat dalam bidang entertainment. dia bisa mencairkan suasana, dia pandai memetik gitar, dan dengan kelakuannya yang aneh dia selalu jadi pilihan utama jika aku dan teman-teman ingin tertawa. tapi dia punya satu hal yang - kata bapakku - aku juga punya, takut mencoba.

mungkin dia mengharapkan keajaiban. sesorang produser ternama datang kepadanya lalu menawarkannya untuk menjadi pembawa acara di sebuah stasiun televisi, tanpa harus mengikuti casting atau mempertontonkan kebolehannya. tidak mungkin kita dipanggil untuk bekerja jika kita belum melamar pekerjaan.


aku teringat cerita ayahku tentang orang yang sudah mampu tapi belum menunaikan ibadah haji. bapakku bertanya pada si orang mampu "kenapa anda belum menunaikan ibadah haji?". lalu si orang mampu itu menjawab "belum dapat panggilan". alasan klise dari hampir semua orang mampu yang mungkin menolak untuk menunaikan ibadah haji. lalu bapakku berkata "bagaimana bisa dipanggil jika belum melamar?".

sekedar intermezzo.



aku pernah membaca sebuah quote dari Albert Einstein "if A is succes in life, then A = X + Y + Z
X = work, Y = play, Z = keeping your mouth shut". aku menuliskannya dengan caraku sendiri supaya lebih mudah dipahami kupikir.

Z adalah satu-satunya hal yang tidak aku lakukan, dan mungkin sudah dibuktikan oleh orang-orang sukses disana. dan aku harus mulai belajar untuk menutup mulutku dari "sampah-sampah" keinginan yang dibuang di sembarang tempat. dan aku harus mulai secepatnya.


biarlah hanya aku, hatiku dan Tuhan yang tau apa yang aku ingin lakukan, apa yang ingin aku dapatkan dan apa yang ingin aku berikan. cukup lah.

Senin, 02 Mei 2011

salah...

Salah…

Manusiawi sekali.

Kadang kita harus melewati tahap salah untuk sampai pada sebuah kebenaran.

Salah berpendapat, salah berucap, salah strategi, salah mengambil keputusan. Bahkan, jika ingin menuju ke suatu tempat yang asing, kita sering salah jalan. Lalu bertanya pada orang di sekitar, sampai akhirnya kita menemukan tempat yang kita tuju. Sebuah kebenaran.

Salah bukan berarti kehancuran, kegagalan, atau akhir dari sebuah perjalanan. kadang kesalahan adalah awal dari perjalanan dan menuntun kita kepada kebenaran-kebenaran yang tidak terduga sebelumnya. Thomas alpha Edison berhasil menciptakan lampu setelah 999 kali salah menggunakan bahan dasar. Dan dia tidak menganggap dirinya salah atau gagal, dia merasa menemukan 999 bahan yang tidak bisa digunakan sebagai bahan dasar lampu. Optimisme dan positive thinking, maybe that’s the key.

Salah…

Sangat manusiawi.

Dan sebagai seorang manusia, hidup kita penuh kesalahan. Kadang, pada suatu waktu aku dipaksa mengingat kembali kesalahan-kesalahan itu. Mengingat kembali raut wajah orang yang kuanggap salah, dan pada akhirnya aku sadar bahwa aku yang salah.

Seorang teman yang membanggakan hasil karyanya kepadaku berupa dentingan gitar dan beberapa bait syair lagu. Lalu aku bilang “syairnya tidak hebat, terlalu biasa. Coba kau dengar lagu ku” dan aku menyanyikan beberapa bait syair milikku.

Dan aku mengingat wajahnya, wajah putus asa dan merasa tidak dihargai. Bahkan mungkin di dalam hatinya dia berkata “syairmu tidak lebih baik dari punyaku”. Mungkin, karena hati hanya kau dan Tuhan saja yang tau. Dan aku sadar bahwa aku salah. Entah dia masih mengingatnya atau tidak, tapi aku masih ingat dengan jelas keadaan saat itu.

Seseorang yang aku salahkan karena janjinya tidak ditepati, padahal aku sering tidak menepati janjiku padanya. Atau orang yang aku salahkan pendapatnya, karena menurutku dia melihat dari sudut pandang yang salah. dan ternyata, sudut pandangnya menyimpan kebenaran lain.

Walau tak jarang, aku juga di salahkan karena pendapat yang aku kemukakan tidak sesuai dengan sudut pandang mereka. Tapi tidak masalah. Aku melihat ada 2 kemungkinan disana, aku memang salah atau benar kata orang bijak “beberapa manusia hanya ingin mendengar apa yang mereka ingin dengar, walaupun itu salah. dan tidak perduli dengan apa yang mereka dengar jika tidak sependapat, walau itu benar”

Entahlah, dan aku berharap menemukan kebenaran di setiap permasalahan.

Tak jarang aku mengemukakan pendapat yang sering membuat orang lain tidak terima. Entah itu masalah dunia ataupun agama. Padahal aku hanya ingin bertukar pikiran, ingin tau apakah pendapatku salah, dan ingin tau buku apa saja yang menjadi landasan pemikikiran mereka.
Tapi mereka menganggap aku sok pintar, tidak suka menerima pendapat orang lain, dan yang pasti mereka menganggapku salah. manusiawi.

Aku sadar bahwa aku adalah manusia, yang sering salah. tapi menurutku, saat kau sadar bahwa kau salah atau saat kau sadar kau ragu dengan suatu masalah, akan ada keinginan untuk mencari kebenaran. Untuk dibenarkan, atau memperbaikinya. Dan kesadaran adalah titik awal terungkapnya kebenaran, mungkin. Tidak masalah jika aku salah, aku percaya akan ada yang membenarkan entah darimana. Dan salah satu permintaanku kepada Tuhan adalah ditunjukan kebenaran jika aku salah, dan diyakinkan jika aku benar. Dan aku percaya Tuhan mengabulkan doa.

Tidak sedikit orang berkata “aku tidak tau, ilmuku belum sampai kesitu” lalu tidak perduli dan menghilang di balik tirai ketidakingintahuan. Jika dia sadar bahwa dia tidak tau, kenapa tidak mencari tau?. Tapi aku tidak menyalahkannya, karena aku takut nantinya malah aku yang salah. Walau sejujurnya aku menyayangkan hal itu, karena ada kemungkinan bahwa aku salah dan mungkin dia bisa membenarkan kesalahanku.

Aku punya seorang teman, dan aku senang karena dia mengerti artinya berdebat dan bertukar pikiran. Dan aku selalu senang karena dia tau banyak hal, yang aku tidak tau. Dan terkadang dia mengakui bahwa aku tau sesuatu hal yang dia tidak tau.

Biasanya aku yang banyak bertanya, kadang pertanyaan yang aku benar-benar tidak tau. Jika dia juga tidak tau, dia tidak akan berhenti mencari informasi. Hingga akhirnya kami berdua tau. Dan tak jarang aku mengajukan pertanyaan untuk tau pendapatnya, dari sudut pandang mana dia melihat, dan artikel mana yang dijadikannya bahan pemikiran.


Temanku yang lain pernah bercerita, “kita hampir sama kawan. aku sadar sudah terlalu banyak keragu-raguan terhadap pemikiran dan pendapatku, antara benar dan salah”.
“lalu, Apa yang kau lakukan?” aku bertanya.
“kesadaran itu menuntunku untuk mencari tau langsung kepada Yang Maha Mengetahui. Dan aku mulai membaca Al-Qur’an” lanjutnya.

“Guruku bilang membaca Al-Qur’an itu membuat kita cerdas, karena banyak ilmu di dalamnya. Bukan hanya ilmu agama dan akhirat, tapi juga ilmu dunia dan kebenarannya. dengan syarat, kita juga harus membaca terjemahannya” lanjutnya. Dan aku mulai tertarik mendengar ceritanya.

“Dia juga bilang, membaca Al-Qur’an dengan benar itu melatih kerja otak, karena kita bukan hanya membaca, tapi juga menyuarakan, dan mendengar sekaligus dalam satu waktu. Dan lagi membuat kita sehat karena nafas yang harus di atur membuat jantung bekerja dengan baik. Selain juga membuat kita tenang lahir dan bathin, dan ganjaran yang sudah dijanjikan oleh Tuhan” katanya. Aku terkesima mendengar ceritanya, dia sudah banyak berubah.

Dulu aku mengenalnya sebagai seseorang yang ‘bodoh’. menganggap mabuk bisa meringankan bebannya. Dan sebagai teman, aku ikut menemaninya. Yang berarti bahwa aku juga bodoh. Tapi kini, aku seperti baru mengenalnya.


Dan si ‘bodoh’ ini menyadarkan aku bahwa aku salah.

Jumat, 01 April 2011

bapakku dan ke'sombong'annya part 1

seorang pria separuh abad yang biasa aku panggil bapak. seorang seniman terbaik Indonesia ke-5 (menurutku) setelah Deddy Mizwar, Iwan Fals, Aria Kusuma Dewa dan Achmad Fahmi Alatas. seorang teman, guru, sekaligus idolaku. seorang pencinta Rolling Stones yang sangat tahu bagaimana caranya menirukan Mick Jagger bernyanyi. seorang yang paling ku percaya dalam menilai sebuah karya

dan salah satu orang yang percaya bahwa aku berharga.

aku senang mendengarnya bercerita, menyombongkan masa mudanya yang hebat. seorang pencinta alam, pemain teater, olahragawan, dan kutu buku sekaligus dalam satu jiwa. walaupun dia sering mengulang cerita yang sama beberapa kali, tapi aku tetap mendengarkan.

aku ingat percakapan malam itu, saat dia menceritakan masa mudanya dulu. ibuku juga disana.
"dulu bapak ganteng mas, pacarnya banyak" ibuku memancing kenangan lama bapak. "playboy dia dulu, cakep-cakep semua lagi pacarnya" ibuku menambahkan dan senyum bapak merekah terlihat bangga. "mas mana pacarnya? payah nih, kehebatan bapak nggak nurun" sepertinya bulan purnama dan angin sepoy-sepoy membuat pertanyaan itu menjadi sebuah teror mengerikan (mungkin sedikit berlebihan).

salah satu cerita yang membuatku sangat iri adalah saat dia bercerita tentang seorang wanita yang keluar dari mobil sedan dan masuk ke sebuah gang kecil di mana rumah kakekku dulu berada. saat dia sedang asik bernyanyi sambil bermain gitar bersama teman-temannya, dan si wanita yang 'berperan' sebagai mantan pacar bapak ini memberikan bunga mawar dengan harapan bisa mengambil hati (petikan lirik lagu) bapakku lagi.

anda sangat beruntung tuan.

ibuku ikut menambahkan, dan masih tentang wanita di atas. saat itu bapakku sedang mencoba mendekati ibuku, datang setiap malam minggu hanya untuk numpang minum kopi (bikin malu saja).

kembali ke si wanita.

pada suatu hari (zzzz...), si wanita yang berpikir bapakku punya hubungan spesial dengan ibu, mendatangi ibu dan menanyakan perihal hubungan mereka (kayak tulisan skenario sinetron). dan sambil menangis, si wanita meminta ibu agar melepaskan bapak supaya dia bisa pacaran lagi sama bapak. kau benar-benar pria yang beruntung kawan. "ambil aja, orang kita juga nggak ada apa-apa" kata ibu. tapi jodoh berkata lain.


dan cerita ini hanya satu dari sekian banyak ke'sombong'an yang bapakku ceritakan...

Rabu, 30 Maret 2011

merokok...

"alasan orang bikin rokok apaan?" tanya seorang teman.

pertanyaan yang menarik yang membuat kami, dua orang perokok berpikir "sudah lama menghisap rokok tapi tidak pernah terpikirkan pertanyaan seperti itu"

kami sedang di tempat makan di pinggir jalan mampang, bertiga. yang dua perokok, yang satu tidak. setelah masing-masing menghabiskan makanannya. sekedar menunggu perut supaya tenang setelah dikagetkan oleh sekawanan nasi dan potongan-potongan ayam beserta sambalnya. tercetuslah pertanyaan itu dari yang satu.

mendadak rasa ingin tahu membakar semangat untuk mencari. kembali kerumah dengan harapan menemukan jawaban.

mungkin aku tidak perlu menuliskannya karena sudah banyak artikel yang menjelaskan secara detail tentang sejarahnya. dan satu lagi pengetahuan yang aku dapatkan.

satu pertanyaan yang mulai menganggu pikiranku adalah "kenapa aku bisa jadi seorang perokok?".
menghabiskan uang untuk membeli sekotak racun penghancur paru-paru. yang disetiap batangnya ada asap yang sama yang dikeluarkan oleh kendaraan bermotor.

aku tidak ingat persis kapan aku mulai merokok. yang aku ingat, aku mulai menghisap rokok setelah dinyatakan lulus dari Sekolah Menengah Umum. mungkin sekitar 3 atau 4 tahun yang lalu. sekedar ingin tahu, ikut-ikutan teman, dan akhirnya kecanduan.

pernah suatu saat aku berpikir "ini salah, jangan diteruskan. aku harus berhenti". dan sebulan penuh aku cuti dari kegiatan hisap-menghisap. saat itu sedang libur semester berapa aku lupa, saat aku melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi.

"aku berhasil" pikirku. tak ada lagi racun, tak ada lagi asap, tak ada lagi pembakaran uang.

persis sebulan, lalu kembali lagi. sebuah perjuangan yang digagalkan oleh racun penyebab ketagihan yang disebut Nikotin.

berlari mengejar bola di tengah lapangan rumput yang hijau (lirik lagu kapten Tsubasa) terasa semakin sulit karena nafas yang terasa berat. paru-paru sudah tidak bersahabat rupanya.

sebenarnya tembakau adalah obat, tapi asap yang dihasilkan oleh rokok yang berbahaya. karna kertas rokok banyak mengandung racun yang menyebar bersama asap yang keluar setelah dibakar. paling tidak itu yang pernah aku baca.

sering setelah habis menghisap beberapa batang, aku merasa menyesal karena pernah mencoba. namun apalah arti penyesalan.

dan suatu hari nanti aku berharap, mungkin bukan hanya sekedar berharap, tapi aku akan mencoba untuk berhenti. mengembalikan fungsi kerja paru-paru sebagaimana mestinya.


dan aku menulis ini ditemani asap dari 3 batang daun kering yang terbungkus rapi dengan kertas-kertas penuh racun mematikan.

Selasa, 29 Maret 2011

Si cantik...

seperti biasa. setelah kedua jarum jam berada di angka 12 dan matahari masih disisi lain bumi (bilang aje tengah malem, ribet...) aku keluar untuk menikmati udara yang katanya berbahaya. menuju warung kopi beberapa meter dari rumah. bertemu dengan beberapa kawan yang memang setiap malam ada disana.

dan seperti biasa, duduk sambil merokok setelah sesaat sebelumnya memesan segelas kopi sambil asik mendengar pembicaraan dan sesekali ikut menambahkan atau hanya sekedar tertawa.

'Nurdin Turun' adalah topik utamanya. melihat berita di tivi (yang sepertinya sengaja disediakan untuk membuat betah para pengunjung) yang tidak habis membicarakannya. membuat kita lupa dengan Gayus atau Century. harusnya 'mereka' jadi pembuat film, si 'Bos' yang jadi sutradara dan kacung-kacungnya... jadi kacung. dengan skenario yang mereka buat, bisa jadi distributor Hollywood melihat filmnya dan menjadi Box Office yang untungnya bisa buat bayar hutang. berkhayal gratis ini.

lagu-lagu iwan fals yang diputar dari telepon genggam seorang teman menjadi warna tambahan yang menarik. bergantian dengan suara tawa dan suara orang yang memanggil si pedagang untuk membeli rokok, atau mi rebus atau apa saja terserah mereka.

Misteri Gunung Merapi atau yang lebih dikenal dengan mak lampir menjadi menu tontonan selanjutnya. entah siapa yang mengganti film Jackie Chan tadi, yang pasti suara tertawa emak-emak yang menyebut dirinya lampir mampu memecah keheningan.

lagu-lagu iwan fals masih menjadi lagu pengiring utama 'forum' ini. sesekali diganti dengan lagu-lagu dari Bon Jovi, Guns n' roses atau Metallica. tapi tetap saja iwan fals yang mendominasi. lagunya yang berjudul 'berkacalah Jakarta' merupakan salah satu dari sekian banyak sindiran kepada si 'Ibu kota' yang selalu ingin me-modern-kan diri tapi tidak sadar bahwa sudah banyak yang terluka karna ke-modern-annya. kira-kira itu yang aku tangkap dari liriknya.

bahan obrolan yang 'luas' dan kadang tidak terarah menambah serunya perbincangan yang seharusnya disiarkan On Air di radio-radio kesayangan anda. dan berkhayal itu indah.

aku ingat sebuah kalimat yang tercetus dari seorang teman, kira-kira begini kalimatnya "si cantik bukan punya si tampan, tapi si cantik punya si kaya". entah karena dia mampu membaca keadaan, atau karena dia sedang dalam pengaruh obat cacing beralkohol, aku tidak tau.

memang aku sering dengar kata yang maknanya sama dari orang-orang tua, tetangga, tukang balsem, tukang foto keliling dan tukang-tukang lainnya. tapi entah kenapa kalimat itu membuatku berpikir sepanjang perjalanan pulang. "it's not what you say, but how you say it" adalah kalimat pertama yang terpikir olehku.
dengan cara yang berbeda, maka rasanya pun berbeda. mungkin begitu.

kalimat itu baru membuatku sadar bahwa setampan apapun pria jika tidak punya uang akan sulit untuk mandapatkan si cantik. kecuali mungkin dia akan jadi foto model atau pemain sinetron setelah menikah nanti. mungkin.

tapi yang aku sadari pasti, seorang pria butuh uang untuk mendapatkan si cantik. bukan untuk membeli cintanya, tapi untuk menjamin anak-anaknya nanti bisa makan, berpakaian, beristirahat di tempat yang layak di huni, bersekolah dan menjamin kebutuhan-kebutuhan lainnya. dan itu adalah kewajiban.


kalimat itu terus mengitari kepalaku sampai saatnya aku tidur. dan menjadi salah satu kalimat yang tertancap keras di dasar Hippocampus-ku.

menjadi matahari...

aku dan kawanku, dua orang pria di antara hujan di tengah malam.

"hey kawan, kau tau" aku mencoba memulai percakapan.
"rasanya aku ingin seperti matahari, menyinari bumi, memberikan kehidupan, menerangi bulan yang membuatnya indah seperti malam ini" kataku.
"aku juga ingin menciptakan pelangi seiring hujan yang menjauh pergi, membiaskan warna-warna indah sekedar menemani orang-orang yang menikmati kopinya" lanjutku lagi.

entah dia sedang berpikir atau terlalu lelah mendengarkan khayalanku setelah semua percakapan yang cukup melelahkan tadi.


kami sudah cukup lama kenal, mungkin sejak sekolah menengah pertama. dengan sikapnya yang dingin dan tenang, terlihat bijaksana dengan kata-katanya yang bijaksana walaupun kadang dia kekanak-kanakan. aku senang berbincang-bincang dengannya, karena dia selalu punya jawaban yang bijaksana.


"tapi mungkinkah aku bisa menjadi matahari?" tanyaku. "mungkin tidak untuk dunia, bagaimana jika untuk indonesia? atau untuk jakarta? atau untuk Rt 05? hahahahaha." kataku mencoba mencairkan suasana.

dia hanya tersenyum kecil sambil melemparkan tatapannya pada apa saja yang ada di sana. jalan yang basah, daun-daun yang basah, bulan yang basah, dan semua yang terlihat basah tersiram hujan.

"kenapa kau ingin menjadi matahari?" kalimat pertama yang keluar dari mulutnya setelah 15 menit tidak bersuara.

"karena aku ingin berarti, seperti matahari. membiarkan cahayanya dinikmati oleh orang banyak" jawabku. "aku ingin berbagi, memberi, aku ingin bisa berarti untuk orang banyak" jelasku.

"cukup mulia" katanya.

"apakah kau yakin punya sesuatu yang cukup banyak untuk kau berikan kepada orang banyak? sedunia katamu?" pertanyaan yang membuatku cukup lama berpikir untuk menjawabnya.

"mungkin saat ini masih belum cukup, tapi aku akan berusaha mencukupinya" jawabku.

"untuk sedunia?" dia bertanya setelah menghisap rokoknya.

"ya, mungkin tidak untuk sedunia. paling tidak untuk orang-orang disekitarku dulu. kalau aku mampu, baru aku berikan untuk dunia" jawabku agak ragu.

"kalau kau tidak mampu?" tanyanya lagi.

"tidak usah untuk dunia, semampuku saja" jawabku semakin ragu.

"apa yang ingin kau berikan untuk dunia?" partanyaan yang semakin membuatku merasa sedang diinterograsi karena kesalahanku yang memakai sendal adik perempuanku. apakah itu sebuah kejahatan?

"aku ingin berikan apa saja yang aku punya, apa saja yang aku bisa. terutama cinta" jawabku yakin.

"kepada siapa? kepada dunianya atau penghuninya?" lanjutnya.

"keduanya. aku ingin membuat dunia ini menjadi lebih baik, lebih berwarna, lebih bercahaya. dan aku ingin membuat seluruh penghuni dunia merasa bahagia setelah semua bencana yang menimpa mereka. yang ada di Haiti, Ethiopia, di Jepang" dan jawabanku kali ini membuat hatiku bertanya. mampukah aku?

"kau yakin?" pertanyaan yang dia lontarkan sebelum dia meminum habis kopinya.

"sepertinya tidak". dan aku melihat dua gelas kosong di hadapanku, merasa kosongnya gelas itu sama dengan sesuatu yang kosong yang ada di dalam dadaku.

"niatmu tidak salah kawan, bahkan mulia menurutku. mungkin yang salah adalah keinginanmu" katanya. aku mendengarkan dan menunggu apa lagi yang akan dia katakan.

"aku ingat sebuah kalimat yang dituliskan Sutardji dalam ceritanya. jangan berpikir untuk menjadi matahari, kau bahkan menghalangi cahaya matahari yang jatuh kebumi" katanya lagi.

"mungkin kau tidak perlu menjadi matahari, cukuplah jadi dirimu sendiri. kau bisa memberikan semua yang ingin kau berikan terutama cinta kepada orang-orang disekitarmu" katanya melanjutkan.

"selalu ada alasan di balik sebuah penciptaan. mungkin alasan kau diciptakan adalah untuk menyampaikan apa yang memang seharusnya milik mereka. mungkin kau adalah perantara untuk rejeki mereka" lanjutnya lagi.

"mungkin, aku tidak tau pasti. hanya Tuhan yang tau pasti". kata-kata yang cukup bijaksana yang membuatku berpikir, tidak salah aku membicarakan ini dengannya.

aku diam, berpikir dan mencoba menelaah apa yang dia katakan. dan dia terdiam seakan tau aku sedang memikirkan kembali keinginanku.


"sepertinya hujan sudah reda, lebih baik aku pulang sekarang sebelum kantung mata ini semakin membesar" katanya sambil tersenyum memecah keheningan.

"baiklah, sampai bertemu kembali" jawabku.

"terimakasih atas jamuannya" katanya lagi sambil mengeluarkan motornya dan memakai helm.

"sama-sama kawan, terimakasih atas perbincangannya" jawabku menyusul


dan dia pergi seiring hujan yang pergi entah kemana aku tidak memperhatikan.

Senin, 28 Maret 2011

dunia, aku ingin...

"pertanyaan melahirkan keingintahuan, dan keingintahuan membawa kita kepada jawaban. dan titik awal lahirnya sains adalah keingintahuan" sebuah kalimat yang terinspirasi darimana entah aku lupa.

dunia adalah sebuah kelas yang sangat luas tanpa sekat pemisah antar ruangan. selama kita masih ada di dalamnya, selama itulah kita belajar.

semua hal yang ada di dunia seharusnya wajib untuk di pelajari, walaupun nantinya kita hanya akan tau beberapa persen saja dari keseluruhannya. tapi biasanya, manusia hanya mempelajari semua unsur yang menopang cita-citanya saja dan tidak perduli dengan hal lain yang seharusnya di pelajari juga. terlepas dari mempelajari agama yang sejatinya harus dipelajari sampai akar-akarnya.

bapak saya bilang, semua hal bisa dan harus di pelajari dan di cari tahu kecuali dzat Tuhan. dan secara logika itu bisa diterima.

karna ingin tahu isi angkasa luar, manusia membuat alat peneropong bintang yang diberi nama teleskop.

karna ingin tahu apakah betul bumi itu bulat, seorang penjelajah laut, Ferdinand Magellan melakukan pelayaran dari dua arah yang berlawanan yang akhirnya memberi bukti bahwa bumi memang bulat.

dari kolong jembatan sampai gedung bertingkat 200, dari seorang bayi sampai orang tua berumur ratusan tahun, dari dasar laut hingga langit yang luas. selalu ada yang bisa di pelajari.

aku mencoba menatap sejauh yang aku bisa. paling tidak, aku mencoba melihat sebagian kecil dunia dari sebuah layar 14 inch yang disebut monitor komputer. tidak melulu ber-facebook atau ber-twitter-ria seperti yang 'mereka' lakukan.

aku ingin melihat keindahan dunia sekaligus keburukannya. dan aku selalu ingin beranjak dari kursi ini, tidak lagi menatap dunia dari layar saja. tapi aku ingin benar-benar melihat dunia. walau kini aku belum mampu, setidaknya aku ingin.

aku ingin tau, dan aku ingin belajar. aku ingin mengumpulkan sebanyak-banyaknya kenyataan yang terpampang di muka dunia.

aku ingin menikmati dan mempelajari sesuatu yang memang tercipta untuk dinikmati dan dipelajari. dan selalu ada alasan mengapa Tuhan menciptakan dunia sedemikian indah. Al-Qur'an yang notabene adalah friman-Nya pun merangkum isi dunia, bukan hanya 'dunia' setelah dunia. dan banyak orang yang mungkin tidak mengerti, tidak mau mengerti, atau mengerti tapi tidak perduli. atau mungkin tidak mengerti dan tidak mau perduli. mungkin.

dan kini, perjalanan dimulai. langkah kecil untuk dunia yang besar.

mungkin aku bisa mulai dari Indonesia, negara kita yang (katanya) tercinta. negara tumpah darah, atau darah tertumpah. apalah julukannya.

aku ingin, dan aku harap akan.

ingin berpendapat.

aku hanya ingin berpendapat, aku hanya ingin bertanya, aku hanya ingin memberikan pandangan dari sudut lain sebagai bahan pemikiran dan pertimbangan, karena aku perduli.
mereka temanku, mereka saudaraku, mereka adalah bagian dari hidup relatif yang aku jalani di dunia. dan aku perduli.


"Selamat Tahun Baru" ujar seorang teman. "kenapa harus ngucapin tahun baru?" tanyaku. "mulai deh pertanyaan aneh dari dadi" katanya lagi sambil ngeloyor pergi. "kan gw cuma nanya, emang salah?" dan tidak ada yang perduli.

kenapa harus merayakan tahun baru dan mengucapkan selamat tahun baru? mungkin saja itu 'permainan' orang-orang 'pintar' yang ingin menuntun kita kepada hedonisme. mungkin.
tapi aku bertanya karena ingin mencari jawaban. jika menurutku itu masuk akal, aku akan terima. tapi tidak ada yang ingin menjawabnya.

"selamat ulang tahun" ujar seseorang kepadaku. "ngapain ngucapin selamat ulang tahun? ngasi kado lagi. orang sekarat di selametin". dan tak ada lagi yang mengucapkan selamat ulang tahun padaku. baguslah.

apa yang harus diselamatkan dari ulang tahun? apa yang harus dirayakan dari ulang tahun? karena diberi kesempatan hidup satu tahun lagi? bukankah ulang tahun itu malah mengingatkan kita bahwa waktu kita semakin berkurang?
sekali lagi aku bertanya karena ingin mencari jawaban. jika menurutku itu masuk akal, aku akan terima. tapi tidak ada yang ingin menjawabnya.

"Ya Allah, semoga ...bla bla bla... amin" sebuah tulisan dari seorang teman atau bahkan lebih yang terlihat dari beranda facebook atau di timeline twitter. "emang Tuhan punya akun pesbuk atau twiter?" kata ku. orang yang satu marah kepadaku, yang satu lagi mencari alasan objektif, tapi kebanyakan tidak digubris.

maksud dari pertanyaan "emang Tuhan punya akun pesbuk atau twiter?" yang kuajukan adalah, kenapa kau berdoa di jejaring sosial? apakah sejadah tidak cukup jadi tempat berdoa? ada yang bilang "biar banyak yang amin-in". apakah sebegitu takutnya doamu tidak di ijabah?
dan alasanku bertanya sekali lagi karena ingin mencari jawaban. jika menurutku itu masuk akal, aku akan terima. tapi tidak ada yang ingin menjawabnya.

tulisan lain dari beranda dan timeline, "Alhamdulillah, uda solat" atau "Alhamdulillah, lima waktu".
bukankah itu sama saja menyombongkan ibadah? dan sekali lagi kutekankan bahwa alasanku bertanya karena ingin mencari jawaban jika mungkin aku salah.
 

aku bertanya karena ingin mencari kebenaran atas sebuah pemikiran dan sudut pandang yang aku miliki. berharap mereka berpikir dan memberikan pendapat, bertukar pikiran dan di jadikan bahan pertimbangan. dan aku juga ingin memberikan pendapat sebagai bahan pemikiran untuk mereka agar tidak menerima begitu saja apa yang mungkin sudah menjadi budaya dunia. karena aku perduli.

tapi sepertinya mereka tidak mau perduli. jadi, aku biarkan tulisan, isi pikiran dan kepedulian ini terbaca nanti. untuk orang-orang yang perduli.


dan aku menulis ini dengan harapan, ada yang bisa membenarkan jika ada yang salah kutuliskan.