Rabu, 30 Maret 2011

merokok...

"alasan orang bikin rokok apaan?" tanya seorang teman.

pertanyaan yang menarik yang membuat kami, dua orang perokok berpikir "sudah lama menghisap rokok tapi tidak pernah terpikirkan pertanyaan seperti itu"

kami sedang di tempat makan di pinggir jalan mampang, bertiga. yang dua perokok, yang satu tidak. setelah masing-masing menghabiskan makanannya. sekedar menunggu perut supaya tenang setelah dikagetkan oleh sekawanan nasi dan potongan-potongan ayam beserta sambalnya. tercetuslah pertanyaan itu dari yang satu.

mendadak rasa ingin tahu membakar semangat untuk mencari. kembali kerumah dengan harapan menemukan jawaban.

mungkin aku tidak perlu menuliskannya karena sudah banyak artikel yang menjelaskan secara detail tentang sejarahnya. dan satu lagi pengetahuan yang aku dapatkan.

satu pertanyaan yang mulai menganggu pikiranku adalah "kenapa aku bisa jadi seorang perokok?".
menghabiskan uang untuk membeli sekotak racun penghancur paru-paru. yang disetiap batangnya ada asap yang sama yang dikeluarkan oleh kendaraan bermotor.

aku tidak ingat persis kapan aku mulai merokok. yang aku ingat, aku mulai menghisap rokok setelah dinyatakan lulus dari Sekolah Menengah Umum. mungkin sekitar 3 atau 4 tahun yang lalu. sekedar ingin tahu, ikut-ikutan teman, dan akhirnya kecanduan.

pernah suatu saat aku berpikir "ini salah, jangan diteruskan. aku harus berhenti". dan sebulan penuh aku cuti dari kegiatan hisap-menghisap. saat itu sedang libur semester berapa aku lupa, saat aku melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi.

"aku berhasil" pikirku. tak ada lagi racun, tak ada lagi asap, tak ada lagi pembakaran uang.

persis sebulan, lalu kembali lagi. sebuah perjuangan yang digagalkan oleh racun penyebab ketagihan yang disebut Nikotin.

berlari mengejar bola di tengah lapangan rumput yang hijau (lirik lagu kapten Tsubasa) terasa semakin sulit karena nafas yang terasa berat. paru-paru sudah tidak bersahabat rupanya.

sebenarnya tembakau adalah obat, tapi asap yang dihasilkan oleh rokok yang berbahaya. karna kertas rokok banyak mengandung racun yang menyebar bersama asap yang keluar setelah dibakar. paling tidak itu yang pernah aku baca.

sering setelah habis menghisap beberapa batang, aku merasa menyesal karena pernah mencoba. namun apalah arti penyesalan.

dan suatu hari nanti aku berharap, mungkin bukan hanya sekedar berharap, tapi aku akan mencoba untuk berhenti. mengembalikan fungsi kerja paru-paru sebagaimana mestinya.


dan aku menulis ini ditemani asap dari 3 batang daun kering yang terbungkus rapi dengan kertas-kertas penuh racun mematikan.

Selasa, 29 Maret 2011

Si cantik...

seperti biasa. setelah kedua jarum jam berada di angka 12 dan matahari masih disisi lain bumi (bilang aje tengah malem, ribet...) aku keluar untuk menikmati udara yang katanya berbahaya. menuju warung kopi beberapa meter dari rumah. bertemu dengan beberapa kawan yang memang setiap malam ada disana.

dan seperti biasa, duduk sambil merokok setelah sesaat sebelumnya memesan segelas kopi sambil asik mendengar pembicaraan dan sesekali ikut menambahkan atau hanya sekedar tertawa.

'Nurdin Turun' adalah topik utamanya. melihat berita di tivi (yang sepertinya sengaja disediakan untuk membuat betah para pengunjung) yang tidak habis membicarakannya. membuat kita lupa dengan Gayus atau Century. harusnya 'mereka' jadi pembuat film, si 'Bos' yang jadi sutradara dan kacung-kacungnya... jadi kacung. dengan skenario yang mereka buat, bisa jadi distributor Hollywood melihat filmnya dan menjadi Box Office yang untungnya bisa buat bayar hutang. berkhayal gratis ini.

lagu-lagu iwan fals yang diputar dari telepon genggam seorang teman menjadi warna tambahan yang menarik. bergantian dengan suara tawa dan suara orang yang memanggil si pedagang untuk membeli rokok, atau mi rebus atau apa saja terserah mereka.

Misteri Gunung Merapi atau yang lebih dikenal dengan mak lampir menjadi menu tontonan selanjutnya. entah siapa yang mengganti film Jackie Chan tadi, yang pasti suara tertawa emak-emak yang menyebut dirinya lampir mampu memecah keheningan.

lagu-lagu iwan fals masih menjadi lagu pengiring utama 'forum' ini. sesekali diganti dengan lagu-lagu dari Bon Jovi, Guns n' roses atau Metallica. tapi tetap saja iwan fals yang mendominasi. lagunya yang berjudul 'berkacalah Jakarta' merupakan salah satu dari sekian banyak sindiran kepada si 'Ibu kota' yang selalu ingin me-modern-kan diri tapi tidak sadar bahwa sudah banyak yang terluka karna ke-modern-annya. kira-kira itu yang aku tangkap dari liriknya.

bahan obrolan yang 'luas' dan kadang tidak terarah menambah serunya perbincangan yang seharusnya disiarkan On Air di radio-radio kesayangan anda. dan berkhayal itu indah.

aku ingat sebuah kalimat yang tercetus dari seorang teman, kira-kira begini kalimatnya "si cantik bukan punya si tampan, tapi si cantik punya si kaya". entah karena dia mampu membaca keadaan, atau karena dia sedang dalam pengaruh obat cacing beralkohol, aku tidak tau.

memang aku sering dengar kata yang maknanya sama dari orang-orang tua, tetangga, tukang balsem, tukang foto keliling dan tukang-tukang lainnya. tapi entah kenapa kalimat itu membuatku berpikir sepanjang perjalanan pulang. "it's not what you say, but how you say it" adalah kalimat pertama yang terpikir olehku.
dengan cara yang berbeda, maka rasanya pun berbeda. mungkin begitu.

kalimat itu baru membuatku sadar bahwa setampan apapun pria jika tidak punya uang akan sulit untuk mandapatkan si cantik. kecuali mungkin dia akan jadi foto model atau pemain sinetron setelah menikah nanti. mungkin.

tapi yang aku sadari pasti, seorang pria butuh uang untuk mendapatkan si cantik. bukan untuk membeli cintanya, tapi untuk menjamin anak-anaknya nanti bisa makan, berpakaian, beristirahat di tempat yang layak di huni, bersekolah dan menjamin kebutuhan-kebutuhan lainnya. dan itu adalah kewajiban.


kalimat itu terus mengitari kepalaku sampai saatnya aku tidur. dan menjadi salah satu kalimat yang tertancap keras di dasar Hippocampus-ku.

menjadi matahari...

aku dan kawanku, dua orang pria di antara hujan di tengah malam.

"hey kawan, kau tau" aku mencoba memulai percakapan.
"rasanya aku ingin seperti matahari, menyinari bumi, memberikan kehidupan, menerangi bulan yang membuatnya indah seperti malam ini" kataku.
"aku juga ingin menciptakan pelangi seiring hujan yang menjauh pergi, membiaskan warna-warna indah sekedar menemani orang-orang yang menikmati kopinya" lanjutku lagi.

entah dia sedang berpikir atau terlalu lelah mendengarkan khayalanku setelah semua percakapan yang cukup melelahkan tadi.


kami sudah cukup lama kenal, mungkin sejak sekolah menengah pertama. dengan sikapnya yang dingin dan tenang, terlihat bijaksana dengan kata-katanya yang bijaksana walaupun kadang dia kekanak-kanakan. aku senang berbincang-bincang dengannya, karena dia selalu punya jawaban yang bijaksana.


"tapi mungkinkah aku bisa menjadi matahari?" tanyaku. "mungkin tidak untuk dunia, bagaimana jika untuk indonesia? atau untuk jakarta? atau untuk Rt 05? hahahahaha." kataku mencoba mencairkan suasana.

dia hanya tersenyum kecil sambil melemparkan tatapannya pada apa saja yang ada di sana. jalan yang basah, daun-daun yang basah, bulan yang basah, dan semua yang terlihat basah tersiram hujan.

"kenapa kau ingin menjadi matahari?" kalimat pertama yang keluar dari mulutnya setelah 15 menit tidak bersuara.

"karena aku ingin berarti, seperti matahari. membiarkan cahayanya dinikmati oleh orang banyak" jawabku. "aku ingin berbagi, memberi, aku ingin bisa berarti untuk orang banyak" jelasku.

"cukup mulia" katanya.

"apakah kau yakin punya sesuatu yang cukup banyak untuk kau berikan kepada orang banyak? sedunia katamu?" pertanyaan yang membuatku cukup lama berpikir untuk menjawabnya.

"mungkin saat ini masih belum cukup, tapi aku akan berusaha mencukupinya" jawabku.

"untuk sedunia?" dia bertanya setelah menghisap rokoknya.

"ya, mungkin tidak untuk sedunia. paling tidak untuk orang-orang disekitarku dulu. kalau aku mampu, baru aku berikan untuk dunia" jawabku agak ragu.

"kalau kau tidak mampu?" tanyanya lagi.

"tidak usah untuk dunia, semampuku saja" jawabku semakin ragu.

"apa yang ingin kau berikan untuk dunia?" partanyaan yang semakin membuatku merasa sedang diinterograsi karena kesalahanku yang memakai sendal adik perempuanku. apakah itu sebuah kejahatan?

"aku ingin berikan apa saja yang aku punya, apa saja yang aku bisa. terutama cinta" jawabku yakin.

"kepada siapa? kepada dunianya atau penghuninya?" lanjutnya.

"keduanya. aku ingin membuat dunia ini menjadi lebih baik, lebih berwarna, lebih bercahaya. dan aku ingin membuat seluruh penghuni dunia merasa bahagia setelah semua bencana yang menimpa mereka. yang ada di Haiti, Ethiopia, di Jepang" dan jawabanku kali ini membuat hatiku bertanya. mampukah aku?

"kau yakin?" pertanyaan yang dia lontarkan sebelum dia meminum habis kopinya.

"sepertinya tidak". dan aku melihat dua gelas kosong di hadapanku, merasa kosongnya gelas itu sama dengan sesuatu yang kosong yang ada di dalam dadaku.

"niatmu tidak salah kawan, bahkan mulia menurutku. mungkin yang salah adalah keinginanmu" katanya. aku mendengarkan dan menunggu apa lagi yang akan dia katakan.

"aku ingat sebuah kalimat yang dituliskan Sutardji dalam ceritanya. jangan berpikir untuk menjadi matahari, kau bahkan menghalangi cahaya matahari yang jatuh kebumi" katanya lagi.

"mungkin kau tidak perlu menjadi matahari, cukuplah jadi dirimu sendiri. kau bisa memberikan semua yang ingin kau berikan terutama cinta kepada orang-orang disekitarmu" katanya melanjutkan.

"selalu ada alasan di balik sebuah penciptaan. mungkin alasan kau diciptakan adalah untuk menyampaikan apa yang memang seharusnya milik mereka. mungkin kau adalah perantara untuk rejeki mereka" lanjutnya lagi.

"mungkin, aku tidak tau pasti. hanya Tuhan yang tau pasti". kata-kata yang cukup bijaksana yang membuatku berpikir, tidak salah aku membicarakan ini dengannya.

aku diam, berpikir dan mencoba menelaah apa yang dia katakan. dan dia terdiam seakan tau aku sedang memikirkan kembali keinginanku.


"sepertinya hujan sudah reda, lebih baik aku pulang sekarang sebelum kantung mata ini semakin membesar" katanya sambil tersenyum memecah keheningan.

"baiklah, sampai bertemu kembali" jawabku.

"terimakasih atas jamuannya" katanya lagi sambil mengeluarkan motornya dan memakai helm.

"sama-sama kawan, terimakasih atas perbincangannya" jawabku menyusul


dan dia pergi seiring hujan yang pergi entah kemana aku tidak memperhatikan.

Senin, 28 Maret 2011

dunia, aku ingin...

"pertanyaan melahirkan keingintahuan, dan keingintahuan membawa kita kepada jawaban. dan titik awal lahirnya sains adalah keingintahuan" sebuah kalimat yang terinspirasi darimana entah aku lupa.

dunia adalah sebuah kelas yang sangat luas tanpa sekat pemisah antar ruangan. selama kita masih ada di dalamnya, selama itulah kita belajar.

semua hal yang ada di dunia seharusnya wajib untuk di pelajari, walaupun nantinya kita hanya akan tau beberapa persen saja dari keseluruhannya. tapi biasanya, manusia hanya mempelajari semua unsur yang menopang cita-citanya saja dan tidak perduli dengan hal lain yang seharusnya di pelajari juga. terlepas dari mempelajari agama yang sejatinya harus dipelajari sampai akar-akarnya.

bapak saya bilang, semua hal bisa dan harus di pelajari dan di cari tahu kecuali dzat Tuhan. dan secara logika itu bisa diterima.

karna ingin tahu isi angkasa luar, manusia membuat alat peneropong bintang yang diberi nama teleskop.

karna ingin tahu apakah betul bumi itu bulat, seorang penjelajah laut, Ferdinand Magellan melakukan pelayaran dari dua arah yang berlawanan yang akhirnya memberi bukti bahwa bumi memang bulat.

dari kolong jembatan sampai gedung bertingkat 200, dari seorang bayi sampai orang tua berumur ratusan tahun, dari dasar laut hingga langit yang luas. selalu ada yang bisa di pelajari.

aku mencoba menatap sejauh yang aku bisa. paling tidak, aku mencoba melihat sebagian kecil dunia dari sebuah layar 14 inch yang disebut monitor komputer. tidak melulu ber-facebook atau ber-twitter-ria seperti yang 'mereka' lakukan.

aku ingin melihat keindahan dunia sekaligus keburukannya. dan aku selalu ingin beranjak dari kursi ini, tidak lagi menatap dunia dari layar saja. tapi aku ingin benar-benar melihat dunia. walau kini aku belum mampu, setidaknya aku ingin.

aku ingin tau, dan aku ingin belajar. aku ingin mengumpulkan sebanyak-banyaknya kenyataan yang terpampang di muka dunia.

aku ingin menikmati dan mempelajari sesuatu yang memang tercipta untuk dinikmati dan dipelajari. dan selalu ada alasan mengapa Tuhan menciptakan dunia sedemikian indah. Al-Qur'an yang notabene adalah friman-Nya pun merangkum isi dunia, bukan hanya 'dunia' setelah dunia. dan banyak orang yang mungkin tidak mengerti, tidak mau mengerti, atau mengerti tapi tidak perduli. atau mungkin tidak mengerti dan tidak mau perduli. mungkin.

dan kini, perjalanan dimulai. langkah kecil untuk dunia yang besar.

mungkin aku bisa mulai dari Indonesia, negara kita yang (katanya) tercinta. negara tumpah darah, atau darah tertumpah. apalah julukannya.

aku ingin, dan aku harap akan.

ingin berpendapat.

aku hanya ingin berpendapat, aku hanya ingin bertanya, aku hanya ingin memberikan pandangan dari sudut lain sebagai bahan pemikiran dan pertimbangan, karena aku perduli.
mereka temanku, mereka saudaraku, mereka adalah bagian dari hidup relatif yang aku jalani di dunia. dan aku perduli.


"Selamat Tahun Baru" ujar seorang teman. "kenapa harus ngucapin tahun baru?" tanyaku. "mulai deh pertanyaan aneh dari dadi" katanya lagi sambil ngeloyor pergi. "kan gw cuma nanya, emang salah?" dan tidak ada yang perduli.

kenapa harus merayakan tahun baru dan mengucapkan selamat tahun baru? mungkin saja itu 'permainan' orang-orang 'pintar' yang ingin menuntun kita kepada hedonisme. mungkin.
tapi aku bertanya karena ingin mencari jawaban. jika menurutku itu masuk akal, aku akan terima. tapi tidak ada yang ingin menjawabnya.

"selamat ulang tahun" ujar seseorang kepadaku. "ngapain ngucapin selamat ulang tahun? ngasi kado lagi. orang sekarat di selametin". dan tak ada lagi yang mengucapkan selamat ulang tahun padaku. baguslah.

apa yang harus diselamatkan dari ulang tahun? apa yang harus dirayakan dari ulang tahun? karena diberi kesempatan hidup satu tahun lagi? bukankah ulang tahun itu malah mengingatkan kita bahwa waktu kita semakin berkurang?
sekali lagi aku bertanya karena ingin mencari jawaban. jika menurutku itu masuk akal, aku akan terima. tapi tidak ada yang ingin menjawabnya.

"Ya Allah, semoga ...bla bla bla... amin" sebuah tulisan dari seorang teman atau bahkan lebih yang terlihat dari beranda facebook atau di timeline twitter. "emang Tuhan punya akun pesbuk atau twiter?" kata ku. orang yang satu marah kepadaku, yang satu lagi mencari alasan objektif, tapi kebanyakan tidak digubris.

maksud dari pertanyaan "emang Tuhan punya akun pesbuk atau twiter?" yang kuajukan adalah, kenapa kau berdoa di jejaring sosial? apakah sejadah tidak cukup jadi tempat berdoa? ada yang bilang "biar banyak yang amin-in". apakah sebegitu takutnya doamu tidak di ijabah?
dan alasanku bertanya sekali lagi karena ingin mencari jawaban. jika menurutku itu masuk akal, aku akan terima. tapi tidak ada yang ingin menjawabnya.

tulisan lain dari beranda dan timeline, "Alhamdulillah, uda solat" atau "Alhamdulillah, lima waktu".
bukankah itu sama saja menyombongkan ibadah? dan sekali lagi kutekankan bahwa alasanku bertanya karena ingin mencari jawaban jika mungkin aku salah.
 

aku bertanya karena ingin mencari kebenaran atas sebuah pemikiran dan sudut pandang yang aku miliki. berharap mereka berpikir dan memberikan pendapat, bertukar pikiran dan di jadikan bahan pertimbangan. dan aku juga ingin memberikan pendapat sebagai bahan pemikiran untuk mereka agar tidak menerima begitu saja apa yang mungkin sudah menjadi budaya dunia. karena aku perduli.

tapi sepertinya mereka tidak mau perduli. jadi, aku biarkan tulisan, isi pikiran dan kepedulian ini terbaca nanti. untuk orang-orang yang perduli.


dan aku menulis ini dengan harapan, ada yang bisa membenarkan jika ada yang salah kutuliskan.