seperti biasa. setelah kedua jarum jam berada di angka 12 dan matahari masih disisi lain bumi (bilang aje tengah malem, ribet...) aku keluar untuk menikmati udara yang katanya berbahaya. menuju warung kopi beberapa meter dari rumah. bertemu dengan beberapa kawan yang memang setiap malam ada disana.
dan seperti biasa, duduk sambil merokok setelah sesaat sebelumnya memesan segelas kopi sambil asik mendengar pembicaraan dan sesekali ikut menambahkan atau hanya sekedar tertawa.
'Nurdin Turun' adalah topik utamanya. melihat berita di tivi (yang sepertinya sengaja disediakan untuk membuat betah para pengunjung) yang tidak habis membicarakannya. membuat kita lupa dengan Gayus atau Century. harusnya 'mereka' jadi pembuat film, si 'Bos' yang jadi sutradara dan kacung-kacungnya... jadi kacung. dengan skenario yang mereka buat, bisa jadi distributor Hollywood melihat filmnya dan menjadi Box Office yang untungnya bisa buat bayar hutang. berkhayal gratis ini.
lagu-lagu iwan fals yang diputar dari telepon genggam seorang teman menjadi warna tambahan yang menarik. bergantian dengan suara tawa dan suara orang yang memanggil si pedagang untuk membeli rokok, atau mi rebus atau apa saja terserah mereka.
Misteri Gunung Merapi atau yang lebih dikenal dengan mak lampir menjadi menu tontonan selanjutnya. entah siapa yang mengganti film Jackie Chan tadi, yang pasti suara tertawa emak-emak yang menyebut dirinya lampir mampu memecah keheningan.
lagu-lagu iwan fals masih menjadi lagu pengiring utama 'forum' ini. sesekali diganti dengan lagu-lagu dari Bon Jovi, Guns n' roses atau Metallica. tapi tetap saja iwan fals yang mendominasi. lagunya yang berjudul 'berkacalah Jakarta' merupakan salah satu dari sekian banyak sindiran kepada si 'Ibu kota' yang selalu ingin me-modern-kan diri tapi tidak sadar bahwa sudah banyak yang terluka karna ke-modern-annya. kira-kira itu yang aku tangkap dari liriknya.
bahan obrolan yang 'luas' dan kadang tidak terarah menambah serunya perbincangan yang seharusnya disiarkan On Air di radio-radio kesayangan anda. dan berkhayal itu indah.
aku ingat sebuah kalimat yang tercetus dari seorang teman, kira-kira begini kalimatnya "si cantik bukan punya si tampan, tapi si cantik punya si kaya". entah karena dia mampu membaca keadaan, atau karena dia sedang dalam pengaruh obat cacing beralkohol, aku tidak tau.
memang aku sering dengar kata yang maknanya sama dari orang-orang tua, tetangga, tukang balsem, tukang foto keliling dan tukang-tukang lainnya. tapi entah kenapa kalimat itu membuatku berpikir sepanjang perjalanan pulang. "it's not what you say, but how you say it" adalah kalimat pertama yang terpikir olehku.
dengan cara yang berbeda, maka rasanya pun berbeda. mungkin begitu.
kalimat itu baru membuatku sadar bahwa setampan apapun pria jika tidak punya uang akan sulit untuk mandapatkan si cantik. kecuali mungkin dia akan jadi foto model atau pemain sinetron setelah menikah nanti. mungkin.
tapi yang aku sadari pasti, seorang pria butuh uang untuk mendapatkan si cantik. bukan untuk membeli cintanya, tapi untuk menjamin anak-anaknya nanti bisa makan, berpakaian, beristirahat di tempat yang layak di huni, bersekolah dan menjamin kebutuhan-kebutuhan lainnya. dan itu adalah kewajiban.
kalimat itu terus mengitari kepalaku sampai saatnya aku tidur. dan menjadi salah satu kalimat yang tertancap keras di dasar Hippocampus-ku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar