Sabtu, 16 Juli 2011

'kalimat ajaib'

"awas, nanti gelasnya ketendang terus pecah. mendingan taro di dapur dulu" sebuah peringatan dari ibuku kepadaku. gelas kosong itu rasanya kuletakkan jauh dari kakiku, dan sepertinya tak mungkin ketendang. kenyataan berkata lain, kakiku mengayun santai menyentuh sisi gelas dan gelas kosong tak bersalah itu jatuh lalu pecah. peringatan itu terasa seperti sebuah mantra dari seorang pesulap untuk mengeluarkan kelinci dari dalam topi kosong. "sim salabim, abra kadabra, dan gelasnya pecah saudara-saudara".


tidak sekali-dua kali, tidak hanya gelas pecah, dan bukan hanya aku. ke tiga adikku juga sering mengalami hal serupa, terutama masalah gelas pecah. bahkan yang menurutku cukup ekstrim adalah saat adikku yang satu sedang dalam masa ujian nasional SMP. ibuku bilang "dek, belajar, jangan main Playstation terus. bukannya hari ini ada les?". dengan sikap cueknya dia hanya menjawab "iya, bentar" lalu melanjutkan mainnya sampai malam.

selama hampir seminggu ujian, dan selama itu setiap siangnya adikku melakukan hal yang sama. sebuah 'kalimat ajaib' tercetus "nanti nggak di terima di SMA negeri lho, belajar lah!!" tapi tidak diindahkan. hingga hari pengumuman tiba dan nilainya tidak cukup baik untuk masuk SMA negeri. dia melanjutkan sekolah di SMA swasta.


ucapan adalah doa, jelas semua orang sudah tau dan setuju. tapi, cukup lama hingga akhirnya aku sadar bahwa semua yang diucapkan seorang ibu hampir bisa di pastikan 99,99% menjadi kenyataan. 


seorang anak laki-laki yang mengendarai motor ugal-ugalan dan si ibu memperingatkan supaya lebih berhati-hati jika tidak ingin kecelakaan, atau seorang anak perempuan yang dilarang keluar malam karena takut diculik, diperkosa, atau sebagainya. jika si anak tidak menuruti kata si ibu, celakalah si anak.


"jangan begini dan jangan begitu" sepertinya adalah kalimat seorang ibu yang dianggap anak-anak sebagai sebuah kalimat yang sama mengerikannya dengan teror dari seorang penjahat yang ingin memeras atau merampok. sebaliknya, kalimat "harus begini dan harus begitu" dianggap sebagai kalimat suruhan seorang majikan kepada pembantu, dan karena tidak ingin di anggap pembantu, si anak pun menolak melakukan suruhan si ibu.

anak-anak sekarang merasa lebih paham dunia daripada si ibu, merasa si ibu tidak mengerti apa yang mereka inginkan, merasa si ibu adalah penghalang bagi kesenangan mereka. melarang melakukan ini dan itu yang mereka suka, dan menyuruh melakukan yang lain yang tidak mereka inginkan. "dulu mana ada yang berani ngelawan orang tua apalagi ibu. dulu kita takut ngelawan orang tua, takut durhaka, takut celaka. sekarang orang tua di anggap musuh" kata bapakku.


hal lain yang aku sadari adalah, ibu itu seorang wanita dan sudah hukum alam bahwa wanita lebih banyak menggunakan perasaan daripada logika. dan perasaan atau hati itu dekat dengan setan. saat seorang anak mengabaikan kata-kata seorang ibu, dan dengan bisikan-bisikan maut si setan, hampir di pastikan ibu akan marah dan jika sudah mencapai puncaknya, maka terucaplah kalimat mengerikan dari si ibu. bahkan malin kundang pun bisa jadi batu. jika belum pernah mengalami, jelas manusia tidak akan tau betapa mengerikan rasanya jika ibu sudah berucap saat sedang marah dan khilaf.


lalu terbersit di pikiranku, "jika yang negatif bisa jadi nyata, maka yang positif pun demikian". berbekal kalimat itu, aku berusaha mengubah pola pikir dan sikapku terhadap ibuku. aku selalu berusaha membuat dia senang, melakukan hal yang diperintahkan, tidak melakukan hal yang dilarang. hampir mirip dengan takwa seorang muslim kepada Tuhannya. berharap dia berdoa kepada Tuhan untuk kebaikan hidupku dan masa depanku. berharap tidak pernah lagi terucap kata-kata mengerikan yang ditujukan kepadaku.


pernah aku dinasihati ibuku. nasihat yang sudah sangat jelas aku tau dan mengerti, lalu dengan nada kurang senang aku bilang "aku udah tau, nggak usah di ulang lagi". dengan lembut ibuku berkata "kamu memang sudah tau, tapi kan diingetin lagi. namanya manusia sering lupa". dan sebuah kesadaran lain terbersit dipikiranku. "benar kata ibu. aku memang sudah tau, tapi aku sering lupa. mungkin jika aku menuruti nasihatnya, dia tidak akan mengulang ucapannya lagi. tapi karena dia tau aku belum menuruti nasihatnya, maka dia akan terus mengingatkan aku". betapa besar perhatian orang tua kepada anak. dan tidak banyak anak yang paham.


menurutku, sesalah-salahnya orang tua, tetap tidak bisa disalahkan. karena jelas kesalahan kita lebih banyak dari orang tua. kesalahan fatal orang tua tidak sebanding dengan kesalahan fatal yang sering kita buat. dan kebaikan kita tidak sehebat kebaikan orang tua. kadang kesalahan kecil orang tua sering kita anggap begitu fatal karena mungkin mengganggu privasi, mengganggu kenyamanan, atau mengganggu waktu 'bersantai' kita. tapi kesalahan fatal kita sering kita lupakan karena menurut kita itu benar walaupun menurut orang tua itu salah. dan merasa bahwa kita paling benar adalah sebuah kesalahan yang fatal.


ibuku hanya seorang wanita kampung dari Sumatera Utara dan hanya lulusan SMA. tapi bukan alasan untukku menganggap bahwa aku lebih pintar darinya. jelas dia pandai memasak, pandai menghitung (apalagi kalo ngitung duit), dia seorang wanita yang kuat secara fisik dan mental, dan yang pasti dia tau tugas dan tanggung jawab seorang ibu.

ibuku tidak pernah menuntutku untuk menjadi seorang insinyur, dokter atau apapun, tidak pernah memaksaku harus melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi manapun, bahkan dia bilang tidak akan meminta sepeserpun dari hasil kerjaku jika aku sukses nantinya. dia hanya tau bagaimana caranya mendukung anak-anaknya untuk meraih sukses. dan dari sebuah buku yang pernah aku baca, aku tau bahwa kasih sayang seorang ibu adalah kasih sayang yang turun langsung dari Tuhan.

dan seorang muslim pasti tau kalimat "ridhollahi fi ridho walidaini". sebuah kalimat lain yang menjadi acuan untukku memperbaiki sikap kepada ibu. berharap ibu dan Tuhan memberikan ridho atas semua hal baik yang aku lakukan hari ini dan untuk masa depanku nanti.


untuk tulisan ini, tidak perlu lah aku berkaca dari pengalaman orang lain. pengalamanku dan adikku sudah cukup menyadarkan aku bahwa memang ucapan orang tua terutama seorang ibu sangat ampuh. dan pasti sudah banyak orang yang menuliskan tentang hal ini, mungkin jutaan. tapi seperti ibuku bilang, "diingatkan lagi". sekedar mengingatkan diri sendiri dan mungkin orang-orang yang sempat membacanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar