Senin, 23 Mei 2011

kematian Tuhan

"ke mana Tuhan? kubilang kepada kalian, kita sudah membunuhnya. tetapi bagaimana kita melakukannya? bagaimana kita mampu meminum habis air samudra? siapa yang memberi kita busa untuk menyapu seluruh cakrawala? apa yang kita lakukan ketika kita lepaskan bumi dari mataharinya? ke mana bumi ini bergerak kini? kemana sekarang kita bergerak? menjauhi semua matahari? apakah kini kita terguling terus-menerus? ke belakang, ke pinggir, ke depan, ke seluruh arah? masihkah tersisa ke atas atau ke bawah? tidakkah kita terkatung-katung dalam ketiadaan tanpa batas? tidakkah kita merasakan napas dari ruang hampa? tidakkah udara menjadi lebih sejuk? tidakkah malam dan malam-malam lain mendatangi kita? mestikah lentera di nyatakan di pagi hari? masih belumkah kita dengar, suara penggali kubur yang sedang menguburkan Tuhan? belumkah kita cium bau jenazah Tuhan yang membusuk? Tuhan-Tuhan juga bisa busuk. Tuhan sudah mati. Tuhan akan tetap mati. dan kita sudah membunuhnya. bagaimana mungkin kita, pembunuh dari segala pembunuh, dapat menghibur diri? yang pernah menjadi paling suci dan paling perkasa, telah jatuh berlumuran darah karena pisau-pisau kita? siapa yang akan menghapuskan darah ini dari tubuh kita? adakah air untuk membersihkan diri kita? upacara pertobatan apa? ibadah suci macam apa yang akan kita ciptakan? bukankah kebesaran perbuatan ini terlalu besar buat kita? tidakkah kita sendiri menjadi Tuhan supaya layak berbuat seperti itu? tidak pernah ada perbuatan lebih besar dari itu dan siapa saja yang lahir setelah kita-demi perbuatan ini ia akan menjadi bagian dari sejarah yang lebih tinggi dari segala sejarah." - Friedrich Nietzsche

Tidak ada komentar:

Posting Komentar